SAMPAIKANLAH
SEJARAH DENGAN UTUH
Lahir
pada tanggal 11 november 1785 di Dusun Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo,
Jogjakarta. Nama asli Beliau adalah Raden Ontowiryo beliau adalah santri KH.
Hasan Besari. Mondok pertama kali di Tegalsari, Jetis, Ponorogo kepada Abdul
Hamid ngaji kitab kuning kepada Kyai Taftazani Kertosuro. Ngaji Tafsir Jalalain
kepada KH. Baidlowi Bagelen yang dikebumikan di Glodegan, Bantul, Jogjakarta.
Beliau
sangat berani dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 5 tahun,
1825-1830 M. Pada saat itu beliau terkenal dengan nama Abdul Hamid. Wafat 8
januari 1855 dan dikebumikan di Makassar, dekat Pantai Losari. Abdul Hamid
adalah putra Sultan Hamengkubuwono ke-III dari istri Pacitan, Jawa Timur.
Abdul
Hamid patungnya memakai jubah dipasang di Alun-alun kota Magelang. Menjadi nama
di Kodam Jawa Tengah. Terkenal dengan nama Pangeran Diponegoro.
Belanda
resah menghadapi perang Diponegoro. Dalam kurun 5 tahun itu, uang kas Hindia
Belanda habis, bahkan punya banyak hutang luar negeri.
Nama
aslinya Abdul Hamid. Nama populernya Diponegoro. Adapun nama lengkapnya
adalah Kyai Haji (KH) Bendoro Raden Mas Abdul Hamid Ontowiryo Mustahar
Herucokro Senopati Ing Alogo Sayyidin Pranotogomo Amirul Mu’minin Khalifatullah
Tanah Jawi Pangeran Diponegoro Pahlawan Goa Selarong.
Maka
jika Anda pergi ke Magelang dan melihat kamar Diponegoro di eks-Karesidenan
Kedu, istilah sekarang di Bakorwil, ada 3 peningalan Diponegoro: al-Quran karena Diponegoro adalah
seorang Muslim, tasbeh karena Diponegoro
seorang ahli dzikir dan Taqrib (kitab
Fath al-Qarib) karena Diponegoro adalah penganut thariqah.
Habib
Luthfi bin Ali bin Yahya Pekalongan mengatakan bahwa Diponegoro seorang mursyid
Thariqah Qadiriyyah. dan Taqrib matan Abu Syuja’, yaitu kitab kuning yang
dipakai di pesantren bermadzhab Syafi'i.
Jadi
Pangeran Diponegoro bermadzhab Syafi’i. Maka, karena bermadhab Syafi’i,
Diponegoro shalat Tarawih 20 rakaat, shalat Shubuh memakai doa Qunut, Jum’atan
adzan dua kali, termasuk shalat Ied-nya di Masjid, bukan di lapangan. Dan ketiga
peninggalan Pangeran Diponegoro ini tercermin dalam pondok-pondok pesantren.
Tokoh
pendidikan nasional bernama Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi). Leluhur Douwes
Dekker itu seorang Belanda yang dikirim ke Indonesia untuk merusak bangsa Indonesia.
Namun ketika Douwes Dekker berhubungan dengan para kyai dan santri, pemikirannya
berubah, yang semula ingin merusak kita justru bergabung dengan pergerakan
bangsa kita.
Douwes
Dekker pernah berkata dalam bukunya: “Kalau tidak ada kyai dan pondok
pesantren, maka patriotisme bangsa Indonesia sudah hancur berantakan.”
Ki
Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) itu adalah santri. Tidak hanya
Diponegoro anak bangsa yang dididik para ulama menjadi tokoh bangsa.
Diantaranya,
di Jogjakarta ada seorang kyai bernama Romo Kyai Sulaiman Zainudin di Kalasan
Prambanan. Punya santri banyak, salah satunya bernama Suwardi
Suryaningrat.
Suwardi
Suryaningrat ini kemudian oleh pemerintah diangkat menjadi Bapak Pendidikan
Nasional yang terkenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Jadi, Ki Hajar Dewantara
itu santri, ngaji, murid seorang kyai. Sayangnya, sejarah Ki Hajar
mengaji al-Quran tidak pernah diterangkan di sekolah-sekolah, yang diterangkan
hanya Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Maka
nantinya, untuk rekan-rekan guru, mohon diterangkan bahwa Ki Hajar Dewantara
selain punya ajaran Tut Wuri Handayani, juga punya ajaran al-Quran al-Karim.
Sayyid
Husein al-Mutahhar adalah cucu nabi yang patriotis. ketika Indonesia merdeka,
ada sayyid warga Kauman Semarang yang mengajak bangsa kita untuk bersyukur.
Sang
Sayyid tersebut menyusun lagu Syukur. Dalam pelajaran Sekolah Dasar disebutkan
Habib Husein al-Mutahar yang menciptakan lagu Syukur. Beliau adalah paman Habib
Umar Muthahar SH Semarang. Jadi, yang menciptakan lagu Syukur yang kita semua
hafal adalah seorang sayyid, cucu baginda Nabi Saw. Mari kita nyanyikan
bersama-sama:
Dari
yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniaMu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadiratMu tuhan.
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniaMu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadiratMu tuhan.
Itu
yang menyusun cucu Nabi, Sayyid Husein Muthahar, warga Kauman Semarang.
Akhirnya oleh pemerintah waktu itu diangkat menjadi Dirjen Pemuda dan Olahraga.
Terakhir
oleh pemerintah dipercaya menjadi Duta Besar di Vatikan, negara yang
berpenduduk Katholik.
Di
Vatikan, Habib Husein tidak larut dengan kondisi, malah justeru membangun masjid.
bahkan Habib Husein Muthahar menyusun lagu yang hampir orang/penduduk se-Indonesia
hafal.
Suatu
ketika Habib Husein Muthahar sedang duduk, lalu mendengar adzan shalat Dzuhur. Sampai
pada kalimat hayya 'alasshalâh, terngiang suara adzan. Sampai sehabis shalat
berjamaah, masih juga terngiang.
Akhirnya
hatinya terdorong untuk membuat lagu yang cengkoknya mirip adzan, ada “S”nya,
“A”nya, “H”nya. Kemudian pena berjalan, tertulislah:
17
Agustus tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya Bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tertap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia, tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia, tetap setia
Membela Negara kita.
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya Bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tertap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia, tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia, tetap setia
Membela Negara kita.
Jadi
peran para kyai dan para sayyid tidak sedikit dalam pembinaan patriotisme
bangsa.
Bahkan,
Bung Karno, ketika mau membaca teks proklamasi di Pegangsaan Timur Jakarta,
minta didampingi putra kyai.
Tampillah
putra seorang kyai, dari kampung Batuampar, Mayakumbung, Sumatera Barat. H.
Mohammad Hatta putra seorang kyai. Bung Hatta adalah putra Ustadz Kiai Haji
Jamil, Guru Thariqah Naqsyabandiyyah Kholidiyyah.
Sayang,
sejarah Bung Hatta adalah putra kyai dan putra penganut thariqah tidak pernah
dijelaskan di sekolah, yang diterangkan hanya Bapak Koperasi.
Mulai
sekarang, mari kita terangkan sejarah dengan utuh. Jangan sekali-kali memotong
sejarah.
Jika
Anda memotong sejarah, suatu saat, sejarah Anda akan dipotong oleh Allah
Swt.
Akhirnya, Bung Hatta menjadi wakil presiden pertama.
Akhirnya, Bung Hatta menjadi wakil presiden pertama.
Pesan
Penting Bagi Santri, Belajar dari Mbah Mahrus Aly.
Maka,
jangan berkecil hati mengirim putra-putri Anda di pondok-pesantren.
Wejangan
/ kalimat bijak dari seorang kiyai / santri yang harus selalu diingat:
“Kamu
mondok/sekolah tidak usah berpikir macam-macam, yang penting ngaji/belajar. Tidak
usah berpikir besok jadi apa, yang akan menjadikan Gusti Allah."
Tugas
kita ialah melaksanakan kewajiban dari Allah Swt. Allah mewajibkan kita
untuk menuntut ilmu, oleh karenanya kita menuntut ilmu.
Jika
kewajiban dari Allah sudah dilaksanakan, maka Allah yang akan menata. Jika
Allah yang menata sudah pasti baik.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment