WISATA RELEGI PULAU BAWEAN
Kali ini saya akan
mengajak sudara semua untuk berwisata relegi di pulau Bawean
Di pulau Bawean
diyakini terdapat 99 gunung. Dari gunung sebanyak itu terdapat banyak sekali
petilasan dan makam bersejarah.
Diantara makam-makam
tersebut seperti makam Maulana Umar Masud, makam Waliyah Zainab, makan Jujuk
Tampo, makam panjang di Tinggen, makam Purbonegoro, makam Jujuk Campa, makam
Cokrokusumo dan makam-makam lain.
Jika makam-makam
bersejarah tersebut dikelola dengan baik akan memberikan mamfaat baik secara
batin (spiritual) maupun secara zahir (ekonomi).
Hal-hal teknis untuk mengelolah makam tersebut seperti perawatan
makam, dirikan suatu bangunan yang unik atau mihrab di atasnya seperti
makam-makam parawali lainnya. Disamping itu, tentu harus memberikan penerangan
akan sejarah setiap tokohnya.
Pemberian catatan atau informasi tentang perjalanan hidup sang
tokoh semasa hidupnya kepada para pengunjung. Selain itu, menyediakan tempat
yang agak luas yang memungkinkan pengunjung bisa melakukan tirakat di sekitar
makam tersebut.
Jika tempatnya indah bersih dan menarik serta ditunjang oleh
pancaran sirr makam wali tersebut maka masyarakat umum, para pecinta spiritual
dan ahli kebatinan akan berdatangan dari segala penjuru negeri.
Makam Syech Maulana Umar Mas'ud
Tokoh Umar Mas'ud yang dalam tradisi lisan dan tulis masyarakat
Bawean dikenal sebagai penyebar Agama Islam di Bawean, terletak di dalam
kompleks Masjid Jamik Sangkapura yang konon masjid tersebut didirikan oleh Umar
Mas'ud. Secara administratif kubur ini termasuk kedalam wilayah Desa Kotakusuma
Kecamatan Sangkapura yang menempati lokasi di sisi Barat Alon-alon kota
Kecamatan Sangkapura.
Kubur Umar Mas'ud berada di sisi belakang kompleks Masjid Jamik
dengan pagar pembatas yang menyatu dengan pagar masjid. Sebuah cungkup yang
telah direnovasi dan kini cungkup tersebut berdinding tembok semen baru
menaungi dua buah kuburan, yakni kubur Umar Mas'ud beserta istrinya.
Nisan kuburan yang kini terpasang pada jirat merupakan nisan
baru yang menggunakan bahan kayu jati. Sedangkan dua pasang nisan asli dari dua
buah kuburan tokoh ini masih tersimpan di dalam bangunan cungkup dalam kondisi
utuh dan baik.
Tokoh Umar Mas'ud dalam sejarah Paulau Bawean dikenal sebagai
tokoh penyiar agama Islam yang datang ke Bawean dan mengalahkan penguasa Bawean
dikala itu yang bergelar Raja Babi sebagai raja Kerajaan Lubek dalam sebuah
duel. Setelah berhasil mengalahkan Raja Babi yang seketika itu meninggal dunia,
Umar Mas'ud mengangkat dirinya sebagai penguasa Pulau Bawean dan memindahkan
pusat kekuasaan dan pemerintahannya dari Panagih di Desa Lebak ke Bengko Dhelem
yang kini berada di Dusun Dejebheta Desa Sawahmulya.
Dimasa pemerintahannya ini Umar Mas'ud mendirikan Kota
Sangkapura dengan konsepsi kota Islam Jawa yang diadaptasi dengan kondisi
geografis setempat. Bentuk adaptasi konsepsi tata kota Islam Jawa tersebut
nampak dari penempatan keraton pusat pemerintahan yang di Bawean dikenal dengan
Bengko Dhelem di sisi Utara Alon-alon dan pasar di sisi Selatan Alon-alon.
Sedangkan masjid Jamik tetap berada di sisi Barat dari Alon-alon.
Pemerintahan Umar Mas'ud di gantikan oleh anak keturunannya pada
saat beliau wafat pada tahun 1630M yang kehilangan kedaulatannya sehubungan
dengan naiknya kembali kekuatan pemerintah di tanah Jawa pasca Majapahit.
Makam Waliyah Zainab
Makam ini terletak di Desa Diponggo Kecamatan Tambak Pulau
Bawean, di kaki bukit yang jaraknya dari pantai sekitar 350 M. Kubur ini di
halaman belakang masjid Desa Diponggo yang konon katanya masjid ini didirikan
oleh Waliyah Zainab.
Cungkup kubur ini telah direhab oleh masyarakat setempat yang
saat ini berdinding tembok dengan kontruksi beton cor beratap genteng. Jirat
kubur sebagai unsur yang masih merupakan peninggalan arkeologi, menggunakan
bahan batu kapur Gresik yang dibentuk persegi empat.
Jirat kubur ini bentuknya mengesankan adanya kesamaan dengan
beberapa jirat kubur yang ada di Gresik meskipun dalam bentuk dan ornamen yang
jauh lebih sederhana.
Tokoh Waliyah Zainab menurut cerita yang berkembang di Bawean
adalah merupakan istri kedua dari Sunan Giri yang bernama Dewi Wardah. Dewi
Wardah merupakan putri Sunan Bungkul di Surabaya yang diperistri berkat
penemuan buah delima oleh Sunan Giri dalam sebuah sayembara.
Namun Dewi Wardah merasa kurang bahagia menjadi istri kedua dari
Sunan Giri, sehingga ia memilih untuk menetap di Bawean sebagai kader penyiar
Agama Islam.
Kubur Jujuk Tampo
Kubur ini terletak di Dusun Tampo Desa Pudakit Barat Kecamatan
Sangkapura Pulau Bawean Kabupaten Gresik. Kubur tokoh yang bernama Jujuk Tampo
ini berada diatas sebuah struktur batu alam yang ditata sedemikian rupa
berbentuk meninggi dengan 3 buah teras undakan. Pada setiap inti undakan
memiliki bidang datar yang cukup luas, di teras ketiga teratas ditemukan dua
buah kuburan dengan dua pasang nisan yang salah satunya dikenal dengan kubur
Jujuk Tampo.
Hingga saat ini tidak ditemukan data yang bisa menerangkan
tentang identitas sang tokoh yang dikubur ditempat tersebut secara valid.
Keterangan warga setempat hanya menceritakan tentang kejadian proses
meninggalnya sang tokoh Jujuk Tampo. Meninggalnya tokoh Jujuk Tampo adalah
akibat dibunuh oleh orang dari Desa Patar Selamat yang menuduh Jujuk Tampo
sebagai pencuri sapi milik warga Patar Selamat yang hilang. Karena tuduhan
tersebut tidak terbukti kebenarannya, seluruh warga Patar Selamat dikutuk agar
tidak berziarah ke kuburan beliau. Bila ada warga Patar Selamat yang melanggar
sumpah tersebut, maka di Bawean akan terjadi hujan deras dalam beberapa hari.
Tidak adanya data arkeologi dan sejarah yang bisa menjelaskan
tokoh yang dikubur dengan julukan Jujuk Tampo tersebut telah pula melahirkan
cerita baru yang menghubungkan Jujuk Tampo dengan Laksamana Ceng Hoo? Saya
sendiri tidak menemukan data tentang hubungan diantara keduanya setelah saya
baca buku yang baru terbit di tahun 2008 ini. Bukankah intuisi tidak termasuk
dalam metodologi ilmu.
Makam Cokrokusumo
Menurut wilayahnya, makam Cokrokusumo masuk dalam Desa
Sungaiteluk Kecamatan Sangkapura Pulau Bawean. Lokasi makam ini berada ditepi
persimpangan jalan kecamatan yang telah beraspal, sehingga kuburan ini cukup
mudah untuk di kunjungi. Kubur Cokrokusumo yang bagi masyarakat Sangkapura juga
dikenal dengan nama Congkop Naghesare, dikelilingi oleh kompleks pekuburan
besar yang terpisahkan oleh jalan kecamatan yang melintas ditengahnya.
Di dalam bangunan cungkup kubur ini terdapat beberapa kuburan
tua. Tiga buah kuburan dari tokoh utama yang ada di dalam cungkup kubur ini
diberi bangunan cungkup kedua. Cungkup kubur Cokrokusumo berada di bagian
tengah yang diapit oleh dua cungkup lainnya.
Kaligrafi yang tertulis pada bagian sisi dalam nisan, memiliki
isi yang berbeda antara nisan kepala dan nisan kaki. Kaligrafi pada nisan
kepala berisi wafatnya Kanjeng Rahadian Tumenggung Purba Negara pada tanggal 29
Ramadhan 1235. Sedangkan pada nisan kaki menyebutkan wafatnya Kanjeng Rahadian
Tumenggung Panji Cokrokusumo pada tanggal 29 Ramadhan 1285 Hijriyah.
Berdasarkan data sejarah yang ada di Pulau Bawean, tokoh
Cokrokusumo merupakan keturunan Umar Mas'ud yang kemudian bertahta pada Bawean
pada Tahun 1747 sampai 1789 M. ia kemudian menjadi penguasa ke lima sejak Pulau
Bawean direbut oleh Umar Mas'ud yang sekaligus menjadi penyiar Agama Islam di
Pulau Bawean setelah mengambil alih kekuasaan dari raja animisme.
Kubur Mas Bawang
Kubur Mas Bawang secara administratif terletak di Desa Teluk
Dalam Kecamatan Sangkapura Pulau Bawean. Kubur tokoh ini berada di tengah
pekuburan umum Desa Teluk Dalam yang terletak di sisi Utara lapangan sepak
bola.
Kubur atau makam tokoh ini nampak menonjol ditengah pekuburan
umum. Pemberian bangunan berupa cungkup beratap seng yang menaungi kubur tokoh
Mas Bawang dan kubur pendamping lainnya merupakan pembeda dari makam
kebanyakan. Cungkup kubur tersebut tidak memiliki dinding pada keempat sisinya.
Di bagian luar cungkup terdapat pagar batu berbahan batu kali.
Batu kali itu tertata meninggi hingga satu meter. Uniknya, dinding itu tidak
menggunakan semen sebagai perekatnya. Pagar batu tersebut berdenah empat
persegi panjang dengan lebar 5 M, panjang 13 M dengan tinggi 1 M.
Yang juga menarik dari kompleks kubur Mas Bawang ini adalah
ditemukannya batu-batu nisan berbentuk gada dan berbagai hiasan di sekitar
kubur tokoh.
Makam Jirat
Makam tokoh ini menjadi satu dengan empat makam lainnya.
Letaknya di dalam cungkup. Makam Jirat tersebut juga menggunakan bahan batu
kali yang tidak dibentuk dan di tata meninggi tanpa perekat.
Areal di dalam jirat tersebut lebih tinggi di bandingkan lantai
halaman di dalam kompleks pagar. Jirat tersebut berdenah empat persegi panjang
dengan memiliki ukuran panjang 323 cm dan lebar 173 cm dengan tinggi dari
halaman kubur 24 cm.
Makam Embhe Rambheje
Secara administratif berada di wilayah Dusun Suwaritimur, Desa
Suwari, Kecamatan Sangkapura. Letak makam tokoh ini di halaman belakang Masjid
Suwari Timur yang dikelilingi desa. Untuk menuju ke lokasi kubur ini dari jalan
lingkar Bawean yang melalui Desa Suwari, masuk melalui jalan desa yang telah
diperkeras dengan beton cor sejauh 30 meter melalui desa. Diujung jalan masuk
kita akan sampai ke Masjid Suwari Timur.
Makam Embhe Rambheje dikelilingi kuburan masyarakat Dusun Suwari
Timur. Namun pekuburan ini saat ini telah tidak dipergunakan lagi. Makam Embhe
Rambheje akan terlihat mencolok ditengah kuburan lainnya. Fitur sebagai pembeda
dengan makam lainnya adalah ada pagar batu yang melingkari kubur ini.
Berdasarkan cerita tutur yang berkembang di masyarakat Suwari,
tokoh Embhe Rambheje adalah merupakan tokoh pembawa Agama Islam di desa
tersebut. Melalui peran tokoh ini masyarakat Suwari akhirnya menjadi pemeluk
Agama Islam. Sebagai tokoh yang mengajarkan syariat Islam, Embhe Rambheje juga
mendirikan masjid Suwari Timur yang kini berada dalam satu kompleks dengan
makam beliau.
Makam Kuna di Tambak
Makam atau Kubur kuna yang dimaksud di sini terletak ditepi
jalan lingkar Bawean yang berhimpit dengan garis pantai. Secara administratif
lokasi makam ini termasuk dalam wilayah administrasi Desa Pekalongan Kecamatan
Tambak. Makam kuna ini berada di tengah pekuburan umum Dusun Tunjung Desa
Pekalongan.
Saat ini makam kuna ini telah diberi bangunan cungkup dengan
menggunakan kontruksi beton dengan atap asbes tanpa dinding yang merupakan
bangunan baru. Jirat kuburnyapun telah ditinggikan dengan batako dengan lapisan
semen.
Keberadaan kubur kuna ini di Bawean baru ramai di bicarakan
orang sejak tahun 1995-an. Menurut keterangan masyarakat sekitar, pada awalnya
masyarakat sekitar dan Bawean pada umumnya kurang memperhatikan keberadaan
kuburan tersebut. Namun seiring dengan semakin banyaknya peziarah yang datang
dari Jawa ke makam tersebut, maka mulai berkembanglah cerita tentang keberadaan
kuburan tokoh tersebut.
Berdasarkan keterangan peziarah dari Jawa yang kami temui di
lokasi kuburan ini, menyatakan bahwa kuburan tersebut merupakan kuburan tokoh
Sunan Bonang, salah seorang dari wali songo yang ada di tanah Jawa.
Menurut peziarah tersebut Sunan Bonang meninggal dan dikuburkan
dilokasi ini dalam upaya beliau menyiarkan Agama Islam. Namun setelah diketahui
oleh para santri dan pengikutnya yang berada di Tuban, mereka bermaksud untuk
memindahkan kuburan Sunan Bonang dari lokasi di Bawean ke Kota Tuban.
Dalam upaya tersebut santri dan pengikut dari Tuban, tidak
sepenuh niatan mereka berhasil dilaksanakan, karena yang berhasil dipindahkan
hanyalah kain kafannya saja. Sedangkan jasadnya tidak bisa dipindahkan dari
Bawean. Namun sebagian peziarah dari Jawa yang datang ke Bawean menyebutkan
bahwa kubur Sunan Bonang memang di Bawean. Namun kubur tersebut bukan yang
berada di Kecamatan Tambak ini. Melainkan berada di Desa Pudakit Barat
Kecamatan Sangkapura yang di Bawean dikenal dengan Jujuk Tampo.
Peninggalan arkeologi yang menarik disekitar kuburan di Bawean
ini adalah ada 4 buah nisan bergaya bentuk gada dan 2 buah berbentuk pipih yang
menggunakan bahan batu andesit. Meskipun kuburan tersebut hanya dikenal sebagai
kuburan para santri tokoh utama di kompleks ini, gaya bentuk nisannya merupakan
peninggalan arkeologi yang cukup langkah khususnya wilayah Bawean yang masih
wilayah Kabupaten Gresik itu.
Kubur KH Fahruddin
Kubur tokoh ini di pekuburan umum Dusun Pakalongan Temor Desa
Pakalongan Kecamatan Tambak. Kubur ini tidak memiliki bangunan cungkup.
Tidak seperti umumnya kuburan Islam, pada kubur tokoh ini tidak
ditemukan unsur nisan yang biasanya didirikan dalam struktur jirat yang
mengelilinginya. Pada kubur ini hanya ditemukan struktur jirat yang menggunakan
bahan fosil karang.
Pada bagian kepala dan kaki kuburan, bentukan jiratnya meninggi
dengan pola bangun setengah lingkaran menyerupai gunungan.
Makam KH Khatib
Makam KH Khatib berada di tengah pekuburan umum Desa Pakalongan
Kecamatan Tambak. Makam ini tidak memiliki bangunan cungkup dan terkesan tidak
berbeda dengan kuburan umumnya yang ada ditempat tersebut. Jirat dan nisan
kuburnya telah direhab oleh pihak keluarga yang kini dilapisi dengan keramik
modern.
Berdasarkan cerita tutur yang ada di masyarakat Bawean, tokoh
ini merupakan orang pertama yang membawa dan mendirikan organisasi Nahdlatul
Ulama 'di Pulau Bawean.
Beberapa kalangan dari pemimpin wilayah NU Jawa Timur menyatakan
bahwa KH Khatib merupakan salah seorang kyai yang masa hidupnya sejaman dengan
KH Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang. Bersama Hasyim Asy’ari, beliau aktif
sebagai salah seorang perintis pendiri Nahdlatul Ulama '.
Makam Mbhe Ghuste
Makam Mbeh Ghuste berada di punggung bukit yang termasuk dalam
wilayah Desa Komalasa Kecamatan Sangkapura. Kubur tersebut merupakan kuburan
tunggal yang disekelilingnya berupa semak belukar. Untuk menuju lokasi kuburan
tokoh ini dari jalan Desa Komalasa yang telah bisa dilalui kendaraan bermotor,
kita masih harus berjalan kaki melalui jalan setapak yang terjal berbatu
ditengah semak belukar yang tinggi.
Makam Mbeh Ghuste tidak memiliki bangunan cungkup. Sebagai
penanda keberadaan kuburan ini. Berdasarkan cerita tutur yang berkembang di
masyarakat Desa Komalasa, Mbeh Ghuste dikenal sebagai salah seorang kader Agama
Islam yang awal di Desa Komalasa Pulau Bawean. Selain itu tokoh ini dikenal
sebagai seorang tabib yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengobati
penyakit. Konon lebih dari 41 macam penyakit yang bisa diobati oleh tokoh ini.
Namun keterangan lebih jauh tentang asal dan masa hidup tokoh tersebut tidak
ditemukan dalam cerita tutur maupun data sejarah.
Makam Mbhe Rato
Kubur ini berada di pekuburan umum Desa Dheun yang terlentak di
tepi jalan lingkar Pulau Bawean. Keletakan tersebut menjadikan kuburan ini
sangat mudah untuk di kunjungi. Secara administratif kubur ini termasuk dalam
wilayah Dusun Dheuneler, Desa Dheun Kecamatan Sangkapura.
Berdasarkan cerota tutur yang berkembang di masyarakat Dheun,
disebutkan bahwa tokoh Mbhe Rato saat hidupnya merupakan pemimpin atau penguasa
lokal yang sekarang seperti kepala desa di wilayah Dheun.
Makam Jujuk Neisela
Makam Jujuk Neisela ini berada di lokasi yang hingga kini masih
sangat sulit untuk didatangi. Keletakan kubur ini yang berada di punggung
gunung dengan akses jalan yang hanya berupa jalan setapak pencari rumput yang
sangat jarang di lalui, menyebabkan kesulitan untuk menenukan lokasi kubur
ditengah rimbun semak-semak. Secara administratif kubur ini termasuk dalam
wilayah Dusun Bhelibhekeler, Desa Balikterus Kecamatan Sangkapura, yang
keletakan desanya berada dibagian tengah Pulau Bawean yang berbukit-bukit.
Makam ini tanpa dilengkapi dengan bangunan cungkup.
Berdasarkan cerita tutur yang berkembang di masyarakat Bawean,
khususnya di Desa Balikterus, menyebutkan bahwa tokoh Jujuk Neisela merupakan
salah seorang khadam atau pembatu Waliyah Zainab atawa Dewi Wardah yang
meninggal dalam perjalanan pengungsi sebelum akhirnya Waliyah Zainab menetap di
Desa Diponggo.
Makam Purbonegoro
Letak makam Purbonegoro berada di kaki bukit Malokok yang
termasuk dalam wilayah Desa Gunungteguh Kecamatan Sangkapura. Lokasi kuburan
Purbonegoro merupakan pekuburan umum untuk masyarakat sekitar lokasi dan lokasi
penguburan bagi mereka yang masih memiliki hubungan darah atau keturunan
Purbonegoro.
Untuk menuju kelokasi kuburan ini cukup mudah karena
keletakannya yang masih berada dalam kawasan kota Kecamatan Sangkapura.
Halaman cungkup kubur Purbonegoro yang merupakan kaki bukit
Malokok dibuat berundak lima. Setiap undakan diberi dinding talud yang
menggunakan batu koral yang dibentuk persegi empat panjang tanpa diberi
perekat. Empat dinding talud terbawa, saat ini hampir seluruh bagiannya sudah
tertimbun tanah. Sedangkan dinding talud teratas yang sekaligus terhubung
dengan pagar, hingga kini masih dapat teramati walaupun pada banyak bagiannya
telah runtuh.
Kondisi bangunan cungkup tersebut dalam kondisi rusak berat.
Didalam bangunan cungkup pertama tersebut terdapat 2 buah bangunan cungkup
kedua dan 7 buah kuburan. Cungkup kedua yang berada didepan pintu masuk cungkup
pertama merupakan cungkup kedua kubur Purbonegoro. Kedua cungkup kubur tersebut
menggunakan bahan kontruksi kayu yang meskipun kini dalam kondisi rusak berat
dan fragmentaris, namun masih menampakkan kemegahan bentuk dan hiasannya.
Begitupula dengan jirat dan nisan kubur yang lainnya, juga
menggunakan bahan kayu dengan pola hias yang kompleks yang kini dalam kondisi
rusak berat. jirat kubur Purbonegoro menggunakan bahan kayu dengan pola hias
suluran bunga teratai yang memenuhi hampir seluruh bidang badan jirat yang
berundak dua.
Nisan ini memiliki hiasan antefik pada keempat sudut
pinggangnya. Sisi pinggir nisan diberi hiasan suluran tumbuhan yang
mengelilingi bingkai persegi lima. Di dalam bingkai segi lima sisi dalam nisan
terdapat kaligrafi yang menyebutkan wafatnya Panembahan Adi pada hari senin,
Tanggal 11 Jumadil Akhir Tahun Alif. Sedangkan pada sisi luar nisan di dalam
bingkai segi lima diberi hiasan suluran tumbuhan yang memenuhi bidang. Nisan
ini memiliki ukuran lebar 23 cm, tebal 17 cm, tinggi 47 cm dengan jarak antar
nisan sejauh 122 cm.
Berdasarkan data lisan dan sejarah yang ada di Bawean,
Purbonegoro merupakan keturunan Umar Mas'ud yang menjadi penguasa ke-enam
dengan gelar pangeran yang pemerintahannya berlangsung antara tahun 1720-1747
M. Data sejarah dan lisan tersebut berbeda dengan inskripsi yang tertulis di
nisan.
Semoga Bermanfaat
No comments:
Post a Comment